Baru-baru ini saya dimintai tolong mengantarkan mobil punya saudara ke car wash untuk dicuci, ya hitung-hitung sambil mengisi kekosongan waktu dengan senang hati saya membawa mobil tersebut ke tempat cuci mobil langganan saudara saya itu.
Setibanya
disana sudah terlihat beberapa mobil yang menunggu antrian untuk di cuci.
Setelah memarkirkan mobil, saya langsung menuju ke ruang tunggu, dan ketika
dilihat ternyata diruangan itu sepi hanya ada dua orang yang sedang berbincang,
padahal tadi ada beberapa mobil yang menunggu antrian.
Pikir saya
mungkin yang lainnya menunggu sambil jalan-jalan dulu ke luar dan hanya menaruh
saja mobilnya untuk nanti di ambil setelah selesai dicuci. Karena suasananya
tidak banyak orang, hanya ada dua bapak-bapak, jadi lebih santai untuk sekedar
minum kopi sambil menunggu. Jadi sebelum masuk ke ruangan tunggu saya menuju ke
ruangan cashier dulu untuk memesan secangkir kopi.
Seperti biasa ketika
sudah masuk ke ruang tunggu saya melemparkan senyum untuk sekedar berbasa-basi,
dan dibalas pula dengan senyum yang ramah dari kedua orang bapak-bapak yang
berusia sekitar 40an tersebut. Saya duduk di kursi yang berhadapan dengan
mereka, karena memang posisi kursi di ruang tunggu tersebut adalah dua buah
sofa panjang yang saling berhadapan dan tersekat dengan meja kaca ditengahnya.
Mereka
melanjutkan percakapan mereka, sementara saya melihat-lihat dikolong meja
apakah ada koran terbaru atau tidak, tapi rupanya tidak ada koran edisi
terbaru. Jadi saya putuskan untuk berdiam saja sambil sesekali menyeruput kopi.
Karena
jaraknya sangat dekat jadi obrolan mereka terdengar jelas. Sebelumnya saya
mengira mereka sudah kenal, tetapi dari obrolan yang sedang dibicarakan
ternyata mereka sama-sama customer yang sedang menunggu mobilnya dicuci. Topik
obrolannya adalah tentang PLN. Ya betul ternyata salah seorang dari mereka
adalah seorang pegawai PLN.
Tanpa disadari
saya jadi memperhatikan obrolan mereka, dan mereka berduapun menyadarinya yang
kemudian menyambutnya dengan membagi pandangan ke arah saya ketika mereka
sedang berbicara. Yang banyak menjelaskan adalah bapak-bapak pegawai PLN,
karena banyak ditanya oleh bapak yang satunya lagi.
Sayapun
sesekali ikut nimbrung seperti ketika si bapak menanyakan pendapatan PLN dengan
menglikan tarif dari masyarakat per jamnya, saya ikut menjawab berapa hasil
kali antara tarif yang dibayarkan tersebut. Walaupun suasana obrolan terkesan
hangat, tapi saya tidak terlalu ikut banyak nimbrung, karena ukuran usia yang
terlampau jauh, jadi membuat saya agak canggung.
Rupanya bapak
yang banyak bertanya ini seorang pengusaha di bidang textile, sebagai penyedia
bahan baku nya. Obrolanpun berlanjut ke topik yang sangat ringan tentang
kehudapan sehari-hari. Tiba-tiba datang seorang cashier yang memberitahukan
bahwa mobil yang dimiliki oleh bapak
yang bekerja di PLN tadi sudah selesai, dan kemudian diapun pamit untuk
mengambil mobilnya dan pulang.
Tinggalah
tersisa saya dan bapak-bapak pengusaha, perbincangan pun dilanjutkan masih
melanjutkan obrolan ringan yang tadi, hanya saja karena tinggal ada saya lawan
bicaranya, jadi saya agak lebih sering berbicara untuk menganggapi obrolan
bapak pengusaha ini. Sampai pada situasi ketika si bapak pengusaha ini
bertanya.
“Kerja dimana dek?”
Dan sayapun jawab,
“Oh, Masih nganggur pak, masih
ngelamar-ngelamar cari kerja”
Kemudian Si bapak pengusaha
menjawab,
“Oh, iya, iya”
Dengan ekspresi yang lebih
tertutup jauh dari kesan ramah beberapa detik sebelumnya.
Tiba-tiba
situasi berubah jadi super Akward, saya beberapa kali melempar percakapan
tetapi ditanggapi sangat dingin dan terkesan cuek, kemudian si bapak
meraba-raba saku celananya dan mengeluarkan ponselnya, kemudian kotak-katik
sebentar, dan menelepon seseorang yang dia panggil Mister, membicarakan tawar
menawar harga ratusan juta rupiah.
Dalam
hati, saya tertawa geli melihat tingkah si bapak ini, dan bertanya-tanya,
apakah si bapak pengusaha ini memiliki pengalaman buruk dengan seorang
pengangguran, atau memiliki Phobia khusus kepada pengangguran.
Entahlah
tapi yang jelas di hati saya tertawa terbahak-bahak melihat situasi ini, walaupun
saya pengangguran, tapi tenang saja pak saya engagak gigit kok, kalau
ngobrol-ya ngobrol saja, toh kalau cuman perkalian sederhana yang bapak
njelimet mikirnya, insyaallah bisa saya jawab kok pak.
Sampai
saya pulang tidak terjadi lagi
percakapan, ternyata mobil yang saya bawa lebih dulu selesai, saya
kurang tahu mengapa, tetapi mungkin bapak pengusaha ini request treatment lain
untuk mobilnya jadi lebih lama.
Si bapak masih asyik
dengan obrolan ratusan juta-nya di telepon, sementara saya pulang sambil
senyum-senyum sendiri mendapatkan pengalaman seperti ini.
Comments
Post a Comment